Entri Populer

Kamis, 21 September 2017

Becomes You


Salju di kota Birmingham tak menghentikan langkahku saat ini. Dengan dibalut mantel tebal berwarna khaki dan juga syal berwarna senada, aku tetap melangkahkan kakiku menuju kedai kopi di ujung jalan dekat dengan Birmingham New Street Station. Rumah-rumah dari bata merah dengan cerobong asap yang ada di kanan kiri jalan sangat menarik perhatian. Anak anak kecil berlomba membuat bola salju. Kota ini padat. Tapi tidak menyesakan. Cukup membuatku nyaman untuk saat ini.

Berjalan kaki seperti ini mengingatkanku tentang bagaimana pertemuan pertamaku dengannya. Ia sosok yang amat ku kagumi hingga saat ini. Yang mampu membuatku menyadari bahwa hidup yang sesungguhnya bukanlah semata hanya untuk mencapai tujuan. Namun juga harus menikmati proses tersebut. Hingga aku menyadari, bahwa satu dari sekian banyaknya manusia di bumi ini. Hanya ia yang mampu membuatku mengerti akan hadirnya cinta.

Aroma vanilla yang lembut dan kopi yang tajam sudah mulai mengusik indra penciuman ku. Pelanggan Bull Street Coffee sudah mulai membuat antrian di jam Coffee Break seperti ini. Termasuk aku yang mulai merapatkan barisan di tengah pelanggan yang lain.

Di balik meja kasir ia tersenyum  sambil melayani pelanggan yang memesan kopi khas kedai ini yang sedang ramai diperbincangkan. Bull Street Coffee merupakan kedai kopi yang berbeda dengan kedai kopi lainnya. Di sini para pelanggan yang menghampiri meja kasih untuk memesan pesanannya secara manual. Tidak ada waitress yang berjalan di sela sela meja. Hanya ada kasir dan bartender yang melayani para pelanggan di sini. Termasuk ia yang menjadi kasir pada pagi ini.

Seperti biasa, aku memesan Caramel Macchiato ditemani dengan Toasted Bread & Turkey Bacon. Senyum khasnya sejenak mengalihkan duniaku. Bibirku kelu menjawab sapaan darinya yang biasa ku dengar. Dengan lembut ia melayaniku seperti pelanggan yang lain. Hari ini satu kebahagiaanku terwujud hanya dengan melihat senyumnya.

Setelah kuterima pesanan ku, aku menuju tempat duduk seperti biasa. Aku sengaja mengambil tempat ini sebagai tempat favoritku karena disini lah aku bisa dengan mudah menatap gerak langkah nya. Tempat yang aman untuk sesekali mengintip betapa manisnya gerakan yang ia ciptakan saat melayani dan menyapa pelanggan.

Waktu Coffee Break akan segera berakhir.  Para pelanggan mulai meninggalkan kedai kopi ini satu persatu. Tinggal aku sendiri pelanggan yang masih tersisa di sudut kedai kopi ini.

Aku masih memperhatikan gerak geriknya. Dengan telaten ia mengumpulkan sampah sampah plastik bekas pelanggannya yang tertinggal di meja.

"09.40 kau masuk dan mulai mengantri di kedaiku. 10.00 giliran waktumu untuk mengantri dan memesan Macchiato & Bacon. Lalu, 10.20 kau akan meninggalkan cafe ku dan pergi ke gedung sebrang dengan terbirit birit. Benar bukan?" Jelasnya sambil menyebutkan keseharianku setiap pagi. Aku terkejut karenanya.

"Bagaimana kau bisa tau? Pernyataanmu tidak satupun salah." Tanyaku.

Ia tersenyum karenanya. "Karena, aku selalu memperhatikan setiap pelangganku. Karena menurutku, setiap moment adalah berharga."

"Erina." Ia menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangan di hadapanku. Akupun menyambut uluran tangannya

"Rigel." Jawabku. Ia terlihat memikirkan sesuatu ketika aku menyebutkan namaku.

"Rigel. Bintang yang 40.000 kali lebih terang dari matahari. Benar bukan?" Katanya. Lagi lagi aku terpaku karenanya.

"Lagi lagi pernyataanmu tepat Erina." Kataku sambil tersenyum. Ia terkekeh mendengar jawabanku.

"Baiklah Rigel. Aku pamit dulu, karena para tumpukan piring di belakang tidak akan bersih jika aku tidak segera menyucinya. Nice to meet you Rigel." Pamit Erina.

"Nice to meet you too, Erina." Kataku.

Ketika ia melangkah, aku menyisipkan selembar kertas di tangannya. Kulihat ia tersenyum sambil membuka kertas kecil dariku. Ia membuka suratku yang berisikan, "Arti namaku secara harfiah memang terang, bersinar. Dan kuharap, di dalamnya ada kamu."

Kulihat ia membalas suratku. Ia kembali berjalan ke arahku dan meletakan sepucuk surat di depanku.

"Jika memang itu aku, maka aku tak akan melepaskanmu."