Entri Populer

Rabu, 15 April 2015

Time To Galaau -II-



     Aku terpaku melihat kehadiramu secara tiba tiba. Kau memperkenalkan dirimu kala itu. Kau memulai percakapan dengan senda guraumu. Kita saling bertukar cerita dan pengalaman. Aku merasa senang ketika mendengar tawamu. Candamu terasa pas di telingaku. Cukup mudah menerimamu di hatiku.

     Entah sudah berapa banyak kejadian yang kita lalui. Entah sudah berapa kali kita melalukan hal konyol di depan umum. Entah sudah berapa kali kita tertawa bersama. Entah sudah berapa banyak cerita yang kita torehkan di jurnal harian kita. Aku nyaman melalukan segala hal denganmu. Kaupun juga merasa begitu. Kita selalu melakukan apapun bersama sama. Tak ada satupun hal yang kita lewatkan tiap harinya. Di mana ada aku di situ pula kau berada, kita bagai sepasang gembok dan kunci.

     Entah menapa aku merasa ada yang lain dengan senyummu. Senyummu begitu memikat dan aku suka itu. Aku hanya ingin senyum itu tercipta untukku. Aku ingin akulah alasan mengapa kau tersenyum. Egois memang, tapi inilah kehendak hatiku. Tak bisa kupungkiri lagi. Aku mulai terpesona olehmu.

     Namun, ada hal lain yang mengganjal di hatiku. Aku tak suka ketika melihatmu tertawa dengan gadis lain. Aku tak suka ketika kau membicarakan gadis lain di depanku. Aku tak suka ketika kau lebih mementingkan yang lain. Aku merasa kesal jika kau tak berada bersamaku. Anggaplah aku posesif. Tapi inilah kenyataannya. Aku mulai mencintaimu.

     Kukira semua akan berjalan seperti biasa. Ternyata aku salah, kau berpaling dariku. Dia merebut perhatianmu lebih dan aku tak suka itu. Kau –kalian- menorehkan luka yang dalam tanpa kau sadari. Kalian bercanda sesuka hati di depanku tanpa tahu bahwa aku sakit mendengar tawa kalian. Mungkinkah ini salahku yang mencintaimu terlalu cepat?

     Kau kembali kepadaku. aku merasa senang melihat kau kembali kepadaku. senyumku memudar ketika aku baru menyadari kau tidak datang sendiri menghampiriku. Ada dia di sampingmu. Kalian bergandeng tangan dan saling bertukar senyum. Tuhan, apa ini bertanda buruk? Dugaanku benar, kau mengatakan dengan riangnya bahwa kau telah meresmikan hubunganmu dengannya hari ini.  Aku tak sanggup menahan air mataku. Tuhan inikah akhir perjuangan ku? Haruskah aku berhenti meharapkannya sampai di sini?

     Sudah sebulan hubunganmu dengan gadis barumu. Sudah sebulan juga kau membiarakan diriku sendiri. Kau berubah. Aku ingin kita kembali kemasa masa itu. Kita bercanda menghabiskan waktu bersama. Kini waktumu hanya untuknya. Kau benar benar melupakanku. Aku sadar egoku untuk bersamamu terlalu tinggi. Kau hanya menganggapku masa lalu. Tak bisa kupungkiri, aku merindukanmu.

     Kuberanikan hatiku untuk melihat sekelilingku. Kumantapkan hatiku untuk melupakanmu. Dengan berbekal keberanian, aku belajar melupakanmu. Segenap rasaku sudah hancur berkeping keping melihatmu bersamanya. Lalu apa yang bisa kuharapkan darimu? Kuputuskan saat ini juga bahwa aku berhenti mencintaimu.