Eksistensi Bahasa Indonesia yang merupakan
jati diri bangsa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini, perlu dibina dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang tidak
sesuai dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang
begitu canggih harus dihadapi dengan memertahankan jati diri bangsa Indonesia,
termasuk jati diri bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut kedisiplinan
berbahasa nasional, dengan mematuhi semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa
Indonesia.
Dengan disiplin berbahasa Indonesia akan
membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif
asing atas kepribadiannya sendiri.Bahasa Indonesia memang memegang peranan
penting dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan sumber daya
manusia. Karena itu, peningkatan pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah
perlu dilakukan melalui peningkatan kemampuan akademik para pengajarnya.
Demikian juga halnya dengan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai sarana
pengembangan penalaran, karena pembelajaran bahasa Indonesia selain untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan
berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan.
Arus global tanpa kita sadari memang telah
berimbas pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat.
Penggunaan bahasa di dunia maya dan sosial media, facebook, twitter, SMS
misalnya, memberi banyak perubahan bagi struktur bahasa Indonesia yang oleh
beberapa pihak disinyalir merusak bahasa itu sendiri. Bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk dalam pengajarannya. Untuk itu,
peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus
dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama
dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu terus
dilakukan. Untuk menyemarakkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, pemerintah telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan bulan
Oktober sebagai Bulan Bahasa.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa
Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dalam
perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja
di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal
abad ke-20. Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90 persen warga
Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada
di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali
menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau mencampuradukkan dengan dialek
Melayu lainnya atau bahasa ibunya.
Pada dasarnya seluruh kegiatan manusia akan
sangat berkaitan erat dengan bahasa. Bahasa tidak hanya dapat digunakan dalam
bentuk lisan, tapi juga dapat digunakan dalam bentuk tulisan. Ilmu filsafat
juga tidak lepas dari penggunaan bahasa, banyak filsafah yang justru mengawali
pemikirannya dari problem bahasa. Tentunya bahasa disini bukan berarti sekedar
mempelajari tata gramatikal bahasa ataupun bahasa asing, melainkan bagaimana
pengertian seseorang dapat terpengaruh hanya dari penggunaan kata-kata atau
pemikiran.
Penggunaan bahasa Indonesia secara Nasional
berperan sebagai alat perekat dan alat pemersatu bagi rakyat Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan suatu simbol yang menunjukan identitas Negara Indonesia.
Pada saat tumbangnya Suharto tahun 1998,
bangsa Indonesia mulai mengalami banyak perubahan. Hal ini terlihat dari
penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah pada ruang publik. Semasa
pemerintahan orde baru hanya bahasa Indonesia yang digunakan di ruang publik,
dan bahasa asing hanya bahasa Inggris. Namun, saat ini sering kali kita
mendengar di media massa terutama televisi penggunaan bahasa lain.
Seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu dan lain lain. Untuk bahasa asing
bahasa yang sering digunakan yaitu bahasa Perancis, Jerman, Korea, Dan
Mandarin.
Sementara untuk bahasa daerah, pada masa Orde
Baru penggunaan bahasa daerah terbatas pada wilayah "aman", dalam
arti tidak digunakan untuk bidang politik dan ideologi, melainkan hanya pada
ranah budaya, seperti untuk pertunjukkan kesenian daerah. Seiring dengan
pertumbuhan otonomi daerah, penggunaan bahasa daerah di ruang publik semakin
meluas dan seolah-olah menjadi hal yang wajar.
Penggunaan bahasa Indonesia secara Nasional
berperan sebagai alat perekat dan alat pemersatu bagi rakyat Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan suatu simbol yang menunjukan identitas Negara Indonesia. Sejauh
ini tanpa terasa banyak kosakata yang sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain
tetapi sudah kita anggap sebagai kosakata bahasa Melayu/Indonesia.
Pada saat tumbangnya Suharto tahun 1998,
bangsa Indonesia mulai mengalami banyak perubahan. Hal ini terlihat dari
penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah pada ruang publik. Semasa
pemerintahan orde baru hanya bahasa Indonesia yang digunakan di ruang publik,
dan bahasa asing hanya bahasa Inggris. Namun, saat ini sering kali kita
mendengar di media massa terutama televisi penggunaan bahasa lain.
Seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu dan lain lain. Untuk bahasa asing
bahasa yang sering digunakan yaitu bahasa Perancis, Jerman, Korea, Dan
Mandarin.
Sementara untuk bahasa daerah, pada masa Orde
Baru penggunaan bahasa daerah terbatas pada wilayah "aman", dalam
arti tidak digunakan untuk bidang politik dan ideologi, melainkan hanya pada
ranah budaya, seperti untuk pertunjukkan kesenian daerah. Seiring dengan
pertumbuhan otonomi daerah, penggunaan bahasa daerah di ruang publik semakin
meluas dan seolah-olah menjadi hal yang wajar.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar
mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan
situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, seperti pada situasi formal
penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan
bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Namun, kendala yang harus
dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala
bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul
yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini
mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Sebaliknya, berbahasa yang baik yang
menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak
mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan
munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
maupun bahasa gaul. Hal ini disebabkan kodrat manusia sebagai makhluk sosial
tidak lepas dari adanya interaksi dan komunikasi antar sesamanya. Bahasa
sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa yaitu sebagai media
komunikasi untuk menyampaikan pesan atau makna oleh seseorang kepada orang
lain. Akhirnya, keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan
bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegiatan manusia dalam
kehidupannya di masyarakat.
Disamping itu, perubahan bahasa dapat juga
terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa
kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Berbagai alasan
sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak
lagi menggunakan bahasa. Seperti misalnya, dalam perkembangan masyarakat modern
saat ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek
untuk menggunakan bahasa asing. Hal ini memberikan dampak terhadap pertumbuhan
bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Akhirnya, kepopuleran bahasa Inggris
menjadikan bahasa Indonesia tergeser pada tingkat pemakaiannya.
Seiring dengan bertambahnya usia bahasa
Indonesia, semakin dihadapkan pada tantangan besar, tantangan yang dibuat oleh
masyarakatnya sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahasa asing khususnya bahasa
Inggris merupakan elemen penting dalam kehidupan saat ini.
Namun jika kita lihat secara menyeluruh yang
menyebabkan terancam nya eksistensi bahasa Indonesia, tidak hanya penggunaan
bahasa asing yang sudah sangat marak, melainkan penggunaan bahasa yang tidak
sesuai kaidah kebahasaan atau yang biasa disebut bahasa alay atau bahasa gaul.
Bahasa gaul adalah bahasa nonresmi yang digunakan oleh kalangan tertentu yang
sifatnya sementara, biasanya digunakan oleh kalangan remaja. Bahasa gaul
digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia
lain agar pihak lain tidak mengetahui apa yang sedang di bicarakan. Bahasa gaul
atau yang sering disebut bahasa prokem. Hal ini lah yang perlahan berpotensi
mengikis eksistensi bahasa Indonesia.
Walaupun Kita tahu bahwa bahasa internasional Bahasa Inggris, untuk bisa
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang dari negara lain, orang tersebut
pasti menggunakan bahasa asing. Tidak terkecuali orang indonesia. Bahasa
inggris, dimana merupakan bahasa asing di negara indonesia mempunyai peranan
besar bagi indonesia itu sendiri. Pengaruh yang diberi pun beraneka ragam, ada
yang memberikan pengaruh positif dan tidak jarang juga ada yang meberikan
pengaruh negatif.
Dengan keberadaan bahasa asing sebagai bahasa
internasional, pendidikan indonesia mulai dari taman bermain sampai dengan
universitas memiliki kurikulum dan pelajaran tentang bahasa asing. Ini
dilakukan agar sumber daya manusia indonesia dapat ikut andil dalam globalisasi
dunia. Pengaruh yang cukup positif bukan ?
Pengaruh negatif dari bahasa asing itu
sendiri ada. Belakangan ini, pengaruh negatif dari bahasa asing tersebut sudah
terlihat. Cara pemakaian bahasa belakang ini yang sedang populer di semua
kalangan adalah penggunaan bahasa campur aduk. Bahasa indonesia dikombinasikan
dengan bahasa asing. Banyak generasi bangsa sekarang yang merasa lebih percaya
diri dan gaul jika menggunakan bahasa campur aduk tersebut. Ini jelas
mengurangi kekaedahan dan keabsahan akan bahasa indonesia yang menjadi bahasa persatuan
itu sendiri.
Demikian
juga dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh
sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli
terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa
persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sementara tolok ukur
variasi pemakaian bahasa adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan
parameter situasi. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia
yang digunakan sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa Indonesia.
Berbagai macam bahasa gaul yang mulai tumbah
beriring dengan berjalannya waktu. Istilah ini sudah mulai dikenal pada era
80-an. Contoh darri bahasa gaul tersebut adalah, kata kamu menjadi Lo / Lu /
Loe. Ada pula aku menjadi Gue / Gua. Untuk sebutan Ayah dan Ibu terdapat
pengubahan kata pula menjadi Bokap dan Nyokap.
Selain bahasa gaul. Bahasa asing juga menjadi
pengaruh yang besar terhadap perkembangan bahasa saat ini. Banyak bahasa
asing yang lebih ering digunakan oleh masyarakat Indonesia saait kini daripada
bahasa Indonesia itu sendiri. Bahkan banyak anak muda zaman sekarang yang
menganggap, dirinya tidak keren apabila tidak memakai bahasa asing/bahasa gaul.
Ada banyak bahasa asing yang dapat kita temui
dalam kehidupan sehari hari. Contohnya, penggunaan nama tempat, jalan,
kendaraan, dll. Seperti saat ini, masih banyak dari kita yang memakai bahasa
asing dan menjadi kebiasaan sehari hari. Contoh dari kata tersebut seperti, CODv(Cash
On Delivery), Design, Miss Call. Sebagai contoh lain, masyarakat Indonesia
lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop”
untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di
rumah pada saat lebaran, dan masih banyak contoh lain yang mengidentifikasikan
bahwa masyarakat Indonesia lebih menganggap bahasa asing lebih memiliki nilai.
Pemda DKI Jakarta, misalnya, bekerja sama
dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengadakan teguran-teguran lisan
dan tertulis, bahkan turun ke lapangan mendatangi perusahaan-perusahaan yang
papan namanya menggunakan bahasa Inggris atau mencampuradukkan bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Inggris. Misalnya, sebelumnya
terpampang “Pondok Indah Mall”, “Ciputra Mall”, “Mestika Bank”, dan lain-lain,
sekarang diubah menjadi “Mal Pondok Indah”, “Mal Ciputra”, “Bank Mestika”.
Kesemua kata-kata tersebut menjadi kosakata
bahasa Indonesia melalui proses adaptasi sehingga sesuai dengan sistem bahasa Indonesia.
Jadi, agaknya proses membuka diri terhadap pengaruh kosakata asing sudah
berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
pada era globalisasi ini kekhawatiran yang sangat mendalam terhadap pengaruh
masuknya unsur-unsur asing terhadap bahasa Indonesia tidak terlu terjadi.
Yang perlu dicermati adalah penagaruh asing
tersebut harus diarahkan ke perkembangan yang positif terhadap bahasa
Indonesia. Bahkan, sedapat mungkin kita mencari peluang-peluang dari pengaruh
globalisasi ini bagi kamajuan perkembangan bahasa Indonesia.
Banyak faktor yang sangat kuat untuk
mempengaruhi terancamnya eksistensi bahasa Indonesia. Disaat kita berbicara
dengan sesama kita bisa terpengaruh karena yang pertama lingkungan, faktor
lingkungan ini sangat kuat pengaruhnya karena kita berada didalam lingkungan
tersebut. Lingkungan yang seperti apa? Misal kita berada pada sebuah lingkungan
sekolah dan sedang berkumpul dengan teman sebaya, apakah kita akan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dan sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan? Rasanya akan terasa rancu dan aneh ketika kita menggunakan EYD
di lingkungan yang seperti itu, mengapa terasa rancu? Kita cenderung
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dengan lawan bicara dan terdengar enak
jika diucapkan.
Penggunaan kalimat tidak baku dalam berbicara
juga mempengaruhi saat kita berbicara dalam situasi formal. Ada kalimat-kalimat
yang sering kita dengar, saat kita mendengarnya terasa janggal. Ini yang masih
mempengaruhi keadaan bahasa kita saat ini. Yang kedua pengaruh bahasa daerah,
pengaruh ini sering kita dengar sedikit banyak, jika seseorang tidak sering
menggunakan bahasa Indonesia ia akan janggal saat berbicara, dia bisa tidak
sengaja mengeluarkan bahasa daerahnya saat berbicara dengan orang lain yang
jadi nya orang lain tidak mengerti, selain itu dialek pun akan sedikit
mempengaruhi kerancuan dalam berbahasa Indonesia.
Melihat persoalan di atas, tidak ada kata
lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia dengan
kaidah yang baik dan benar. Hal ini disamping dapat dimulai dari diri sendiri,
juga perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Dengan demikian globalisasi memang tidak
dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia pun menjadi
lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat penting agar dapat
bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika masyarakat menelan
mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa Indonesia.
Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam setiap konteks
kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu merusak
tatanan bahasa nasional.