Aku terpaku melihat kehadiramu
secara tiba tiba. Kau memperkenalkan dirimu kala itu. Kau memulai percakapan
dengan senda guraumu. Kita saling bertukar cerita dan pengalaman. Aku merasa
senang ketika mendengar tawamu. Candamu terasa pas di telingaku. Cukup mudah
menerimamu di hatiku.
Entah sudah berapa banyak
kejadian yang kita lalui. Entah sudah berapa kali kita melalukan hal konyol di depan
umum. Entah sudah berapa kali kita tertawa bersama. Entah sudah berapa banyak
cerita yang kita torehkan di jurnal harian kita. Aku nyaman melalukan segala
hal denganmu. Kaupun juga merasa begitu. Kita selalu melakukan apapun bersama
sama. Tak ada satupun hal yang kita lewatkan tiap harinya. Di mana ada aku di
situ pula kau berada, kita bagai sepasang gembok dan kunci.
Entah menapa aku merasa ada yang
lain dengan senyummu. Senyummu begitu memikat dan aku suka itu. Aku hanya ingin
senyum itu tercipta untukku. Aku ingin akulah alasan mengapa kau tersenyum.
Egois memang, tapi inilah kehendak hatiku. Tak bisa kupungkiri lagi. Aku mulai
terpesona olehmu.
Namun, ada hal lain yang
mengganjal di hatiku. Aku tak suka ketika melihatmu tertawa dengan gadis lain.
Aku tak suka ketika kau membicarakan gadis lain di depanku. Aku tak suka ketika
kau lebih mementingkan yang lain. Aku merasa kesal jika kau tak berada
bersamaku. Anggaplah aku posesif. Tapi inilah kenyataannya. Aku mulai
mencintaimu.
Kukira semua akan berjalan
seperti biasa. Ternyata aku salah, kau berpaling dariku. Dia merebut perhatianmu
lebih dan aku tak suka itu. Kau –kalian- menorehkan luka yang dalam tanpa kau
sadari. Kalian bercanda sesuka hati di depanku tanpa tahu bahwa aku sakit
mendengar tawa kalian. Mungkinkah ini salahku yang mencintaimu terlalu cepat?
Kau kembali kepadaku. aku merasa
senang melihat kau kembali kepadaku. senyumku memudar ketika aku baru menyadari
kau tidak datang sendiri menghampiriku. Ada dia di sampingmu. Kalian bergandeng
tangan dan saling bertukar senyum. Tuhan, apa ini bertanda buruk? Dugaanku
benar, kau mengatakan dengan riangnya bahwa kau telah meresmikan hubunganmu
dengannya hari ini. Aku tak sanggup
menahan air mataku. Tuhan inikah akhir perjuangan ku? Haruskah aku berhenti meharapkannya
sampai di sini?
Sudah sebulan hubunganmu dengan
gadis barumu. Sudah sebulan juga kau membiarakan diriku sendiri. Kau berubah.
Aku ingin kita kembali kemasa masa itu. Kita bercanda menghabiskan waktu
bersama. Kini waktumu hanya untuknya. Kau benar benar melupakanku. Aku sadar
egoku untuk bersamamu terlalu tinggi. Kau hanya menganggapku masa lalu. Tak
bisa kupungkiri, aku merindukanmu.
Kuberanikan hatiku untuk melihat
sekelilingku. Kumantapkan hatiku untuk melupakanmu. Dengan berbekal keberanian,
aku belajar melupakanmu. Segenap rasaku sudah hancur berkeping keping melihatmu
bersamanya. Lalu apa yang bisa kuharapkan darimu? Kuputuskan saat ini juga
bahwa aku berhenti mencintaimu.